BONE - Malam Nuzul Qur'an kemarin sempat pulang kampung, Bone. Tujuannnya memenuhi perintah Bapak Pj. Gubernur untuk ikut berpartisipasi pada peringatan Nuzul Qur'an yang dipusatkan di Kabupaten asal saya.
Saya berceloteh di depan para pejabat dan warga tentang pentingnya berbagi. Temanya juga kebetulan tentang "Bahagia Berbagi." Saya menyinggung keajaiban yang dialami banyak orang dari kebiasaan mereka berbagi. Tidak ada satu kasus-pun orang jatuh miskin karena kebiasaan berbagi. Pernahkah kita mendengar ada orang yang mengalami kesulitan hidup karena kedermawanannya?
Lalu saya mengulas bahwa untuk berbagi dalam hidup begitu mudah dan fleksibel. Pertama, kita bisa berbagi baik secara materi dan non-materi. Berbagi secara non-materi bisa berupa pikiran, pengetahuan, dukungan, atau pun doa. Jadi pada aspek ini, berbagi itu tanpa pakai ongkos.
Berbagi juga berkembang seiring dengan digitalisasi kehidupan. Jadi bisa berbagi dengan memanfaatkan media sosial, misalnya berbagi melalui WA. Tingkatannya-pun bervariasi. Yang paling rendah mengirimkan "emot" senyum saat membalas chat. Di atasnya sedikit, mengirimkan respon berupa kalimat dari chat orang.
Jadi kalau pembaca mengomentari coretan saya, saya anggap itu sebagai berbagi tingkatan kedua. Di atasnya, tingkatan ketiga, bisa dengan mengirim berita-berita yang menggembirakan, termasuk video-video lucu yang membuat hati gembira, syaratnya bukan video lucu tapi menjatuhkan karakter orang lain.
Tingkatan keempat, dengan mengirimkan pulsa atau quota kepada teman yang dianggap membutuhkan, apalagi misalnya yang suka mengirim tulisan di subuh hari. Dan tingkatan kelima, menggunakan fasilitas internet untuk berbagi kepada yang membutuhkan. Yang akan menerima, cukup mengirim nomor rekeningnya secara online.
Selain itu, model berbagi secara materi juga memiliki ragam seperti yang kita pahami: zakat, infaq dan sedekah. Yang menarik dalam kaitan dengan konteks berbagi pada peringatan Nuzulul Qur'an kemarin launching oleh Gubernur, varian baru bersedekah: Sedekah Pohon. Jadi malam itu, ada 50 ribu pohon yang disedekahkan dari rencana 3 juta pohon se-Provinsi Sulawesi Selatan. Jenis pohonnya juga menarik: sukun, durian, jati, pisang cavendish, dan pohon produktif lainnya.
Dengan model baru sedekah ini, sedekah pohon, semakin membuka lebar kreatifitas kita untuk berbagi ke orang lain. Artinya, sebuah pohon bisa disedekahkan dengan ragam cara. Bisa sekalian dengan tanahnya di mana pohon itu tumbuh, atau bisa dengan pohonnya saja. Misalnya, anda menyedekahkan sebagian mangga golek anda yang pohonnya persis berada di pinggir pagar rumah tetangga. Itu jauh lebih jelas karena buahnya memang lebih banyak berada di dalam halaman rumah tetangga.
Sedekah pohon ini juga menjadi ruang pemberdayaan kepada masyarakat kurang mampu. Pemerintah yang memiliki lahan luas bisa meminjamkan kepada warga dan menyedekahkan pohon-pohon kepada mereka untuk mereka pelihara sampai menghasilkan. Jadi selama pohon itu hidup dan produktif menjadi hak warga yang sudah disedekahkan.
Jadi intinya, model baru bersedekah ini membuka hati secara lebar bahwa begitu indahnya berbagi dengan ragam kebaikan yang bisa dipetik. Kita bisa kuatkan gerakan penghijauan terutama lahan yang sudah gundul, yang bisa jadi amal jariyah yang luar biasa. Juga, kelebihan bersedekah pohon adalah murah, edukatif, membangun etos dan pengharapan. Tapi khusus untuk saya Pak Gub, cukup menunggu sedekah buahnya saja dari pohon-pohon bila nantinya sudah dipanen.
Baca juga:
Hijrahlah dari Sistem Jahiliah!
|
Hamdan Juhannis
(Rektor UIN Alauddin)